Thursday, December 15, 2016

Tulis Ulang Sejarah Nusantara: Barus dan Sejarah Peradaban Islam Tertua

Mungkin, sebagian di antara kita masih ada yang merasa asing dengan nama “Barus”-sebuah kota tertua di Indonesia yang terletak di pinggir pantai Barat Sumatera. Tapi, tahukah kita bahwa Barus merupakan perkampungan Arab Muslim pertama di Indonesia? Dan sadarkah kita bahwa karena ketidaktahuan kita, kita melupakannya?
Sekilas tentang Barus
Sebelum menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Barus merupakan kota Emporium dan pusat peradaban pada abad 1 – 17 M, Barus disebut juga dengan nama lain, yaitu Fansur (1). Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Pada zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun, saat Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Kerajaan Aceh.
Lalu kenapa Barus di sebut sebagai kota tertua? Karena mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syria, Armenia, China dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang di kenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan, dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Fir’aun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi (2).
Berdasarkan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis bahwa Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi dan terdapat pula makam Syaikh Ushuluddin yang panjangnya kira-kira 7 meter. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu. (3)
Sebuah tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang berkerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad ke 9-12 M, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya.
Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun, dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur. (4) hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh dan sebagainya, hidup dengan berkecukupan di kota Barus dan sekitarnya. (5)
Kapan Islam masuk ke Barus?
Masuknya cahaya Islam ke kota Barus juga tak terlepas dari peran Banda Aceh yang rute pelayaran perniagaannya telah dikenal sejak zaman dahulu oleh para pedagang Arab, India dan China.
Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara – terutama Sumatera dan Jawa – dengan Cina diakui oleh sejarawan G.R Tibbetts. Tibbetts meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dan jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi”. (6)
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M – hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah saw. menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah secara terang-terangan kepada bangsa Arab – di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya.
Disebutkan pula bahwa di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak-pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).
Selain itu, mereka juga memiliki kedudukan yang baik dan mempunyai pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Buddha Sriwijaya). Bahkan, kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Semakin lama, semakin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan, ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai. (7)
Bahkan, Buzurg bin Shahriyar al-Ramhurmuzi pada tahun 1000 M menulis sebuah kitab yang menggambarkan betapa di zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim. Perkampungan itu berdiri di dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Hanya karena hubungan yang teramat baik dengan dunia Islam, Sriwijaya memperbolehkan orang-orang Islam yang sudah ada di wilayahnya sejak lama hidup dalam damai dan memiliki perkampungannya sendiri, dimana di dalamnya berlaku syari’at Islam. (8)
Temuan lain mengenai Barus juga diperkuat oleh Prof. Dr. HAMKA, yang menyebutkan bahwa, seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, Hamka menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Nusantara. Hamka juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika. (9)
Perjalanan dari Sumatera sampai ke Mekkah sendiri pada abad itu (dengan mempergunakan kapal laut dan transit lebih dulu di Tanjung Comorin, India) konon memakan waktu 2,5-hampir 3 tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2,5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 M lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam, setidaknya memerlukan waktu 5-10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para sahabat Rasulullah saw., segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.
Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shib, sedangkan Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 M atau 31 H dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan tiga kali berganti kepimimpinan. Maka dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepimimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644 -656 M). hanya berselang 20 tahun setelah Rasulullah saw. wafat (632 M). (10)
Dari bukti-bukti di atas, dapatlah dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut:
• Rasulullah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, 2,5 tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M).
• Lalu selama 3 tahun lamanya berdakwah secara diam-diam – periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M) dan setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Mekkah ke seluruh Jazirah Arab.
• Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (yang disebut Barus).
Jadi, hanya 9 tahun sejak Rasulullah saw. memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. (11)
Inilah, yang oleh banyak sejarawan dikenal dengan Teori Mekkah. Sehingga Teori Gujarat yang berasal dari Orientalis Snouck Hurgronje terbantah dengan sendirinya. Dan Barus akan tetap menjadi sejarah peradaban Islam yang tak akan terlupakan bagi siapa saja yang mengetahuinya. 
(Penulis, Sarah Larasati Mantovani)
Dikutip dari ; Era Muslim

Wednesday, November 23, 2016

Reward and punishment buat Guru, penting.

Bila kita bicara soal pendidikan, maka tak bisa dilepaskan betapa penting dan strategisnya posisi guru di dalamnya.  Umpama sebuah kendaraan bermotor, posisi guru mirip dengan karburator. Meski tak disembunyikan, posisi karburator pada setiap kendaraan bukanlah ditempatkan pada bagian luar yang gampang atau langsung dilihat. Karburator punya kapasitas kerja sendiri yang berbeda dengan komponen lainnya. Untuk menghasilkan energi gerak yang diharapkan  pada kendaraan, karburator mesti mendapat suplai bahan bakar dan pengapian yang cukup.  Bila tidak, dapat dipastikan mesin kendaraan tersebut tak akan menjalankan kendaraan dengan baik.  Saking strategisnya posisi karburator, maka dia harus dirawat  dan dipelihara dengan baik.

Demikian juga guru, perlu dipelihara dan dirawat agar dunia pendidikan kita bisa berproses dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Guru harus diperlakukan adil.

Disamping soal bobot kerja dan gaji yang memadai, masih banyak faktor yang harus dipenuhi untuk bisa memelihara dan merawat guru dengan baik. Salah satunya memperlakukan mereka dengan adil.
Banyak catatan yang tercecer tentang ketidakadilan terhadap guru. Dibeberapa kecamatan di Kabupaten Karawang ini tidak sedikit guru berprestasi, disiplin dan kesetiaan pada profesinya yang melekat. Tapi tidak menjadi perhatian para pemangku kebijakan. Bahkan dinilai sebagai hal yang biasa-biasa yang memang seharusnya seperti itu. Sikap para pemangku kebijakan seperti itu tentu benar, bila perlakuan terhadap guru yang melanggar disiplin kerja, dikenakan sangsi yang nyata. Ada beberapa potret guru yang terus menerus melanggar disiplin kerja, dengan meninggalkan tugas berhari-hari, dan itu rutin dilakukan setiap bulan, tapi dia tetap menerima gaji, tetap mendapat tunjangan-tunjangan, bahkan kenaikan pangkat sebagaimana yang diterima oleh guru-guru yang disiplin. Bukankah ini sebuah ketidakadilan terhadap guru ?

Reward and punishment.


Para pemangku kebijakan harus berbuat adil pada guru. Lakukan penilaian yang objektif disertai dengan penghargaan nyata (reward) pada setiap guru berprestasi, disiplin serta setia melaksanakan tugasnya dengan baik. Penghargaan tidak selalu harus berwujud materi, tapi sebuah penghargaan yang bisa menjadi motivasi bagi setiap guru untuk selalau melaksanakan tugasnya dengan baik. Dan bagi mereka, guru yang melanggar disiplin, tidak melaksanakan tugas , dan  terutama guru-guru yang sudah berlangganan tidak masuk sekolah mesti diberikan hukuman yang nyata (punishment), berupa penangguhan pembayaran gaji, pembatalan pemberian tunjangan, atau penangguhan kenaikan pangkat, atau sangat mungkin penurunan pangkat atau pemecatan. Bukankah guru juga diatur dalan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ?

Pondokbales. akhir Nopember 2016

Tuesday, November 15, 2016

AHOK bikin ruwet bangsa ini.

Ketika saya menulis tulisan ini, Mabes Polri sedang melangsungkan gelar perkara kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Cahaya Purnama alias AHOK. 
AHOK yang publik pigur itu ngomong "sembarangan" di depan masyarakat Pulau Seribu beberapa waktu lalu,tentang ayat Al-Quran, yang dinilai ummat Islam sebagai pelecehan terhadap Al-Quran. MUI lembaga reprensentasi ummat Islam bereaksi keras, dengan mengeluarkan fatwa bahwa ucapan AHOK termasuk katagori melecehkan Al-Quran dan melecehkan ulama. 
Mestinya penegak hukum segera bertindak. AHOK segera proses hukum. Putusannya terserah pengadilan. Yang terjadi, malah membuat ummat Islam berang. Terkesan ditutup-tutupi, kalaupun berjalan, dinilai lambat. Ummat Islam marah. Jumat 4 Nopember 2016 Kota Jakarta dibanjiri lautan putih pengunjuk rasa dari berbagai elemen ummat Islam di Indonesia. Jumlahnya menurut beberapa informasi melebihi 300 ribu orang. Mereka menuntut penegak hukum segera menindak AHOK. Di depan hukum, siapaun berkedudukan sama, termasuk AHOK.   Sederhana sekali tuntutan mereka.
Saking dahsyatnya reaksi publik sampai-sampai POLRI menyelenggarakan gelar perkara secara terbuka meski terbatas. 

Sayangnya, kasus ini ditanggapi berlebihan, termasuk disikapi oleh Presiden kita Joko Widodo. Beliau kelihatan panik. Dia sambangi tokoh-tokoh politik. Dia sambangi lembaga-lembaga Islam, ormas-ormas Islam. Dia undang para kiyai se Jawa Barat dan Banten ke Istana. Dia sambangi pula kekuatan-kekuatan militer. Seolah-olah negeri ini mau terjadi perang saudara. Dia gembar-gemborkan pentingnya menjaga persatuan nasional, seolah bangsa ini mau pecah.
Atau mungkin analisa saya yang salah. Salah satu alasan timbulnya keraguan di hati saya, munculnya ancaman yang disampaikan Perdana Menteri China Li Keqiang yang mengatakan "Jika memang Pemerintah gagal melindungi warga keturunan kami disana dan terulang lagi sejarah kelam itu. Maaf jika kami pemerintah Tiongkok pun akan mencoba menaikkan banding kami ke Badan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk mengirimkan pasukan pengamanan kami ke Indonesia,Demi memindahkan keturunan kami disana," tukasnya.

Ruwet jadinya, hanya disebabkan seorang warga keturunan yang namanya AHOK.




Friday, November 4, 2016

LSM GAZA Jawa Barat akan ganti tanaman yang rusak waktu demo 4 Nopember.

Rombongan LSM Gaza Jawa Barat sudah tiba di Masjid Istiqlal untuk mengikuti demonstrasi menuntut penuntasan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnam (Ahok) siang nanti. Satu mobil pikap tanaman sudah disiapkan untuk mengganti tanaman yang kemungkinan akan rusak.

"Kami sudah tiba di Istiqlal, hanya saja mobil pikap yang membawa tanaman belum. Kalau sudah tiba akan diberikan kepada Dinas Pertamanan Pemprov DKI," ujar Ketua LSM Gaza Dody Permana kepada detikcom, Jumat (4/11/2016).

Pada awalnya mereka akan membawa satu truk tanaman untuk langsung diberikan kepada Dinas Pertamanan Pemprov DKI Jakarta. Namun karena keterbatasan anggaran untuk menyewa truk. Akhirnya hanya satu mobil pikap tanaman yang dibawa.

"Sopir truk minta sewa Rp 2,5 juta. Kami tidak punya anggaran, terbatas. Karena ini hasil patungan juga. Jadi simbolis saja dulu hari ini, satu mobil pikap," terang Dody.
Ada atau tidaknya tanaman yang dirusak saat aksi demo nanti, pihaknya tetap akan memberikan tanaman tersebut kepada Pemprov DKI Jakarta. Jika tidak diterima, maka tanaman akan dihibahkan ke Masjid Istiqlal.

"Kalau mereka tidak mau, kami berikan kepada pengelola Masjid Istiqlal," ujarnya.
LSM Gaza membawa sekitar 1.200 massa yang terdiri dari anggota dari beberapa daerah di Jabar. Di antaranya dari Tasikmalaya, Bandung, Cirebon, Karawang

Sumber :   FB Rr Yulia Kusumawardani

Thursday, November 3, 2016

Logika NUSRON tentang sikap ummat Islam.


Tulisan ini saya temukan dari sebuah coment FB akun Zesan. Saya tertarik dengan logika yang dipergunakan Nusron tentang sikap ummat Islam yang dinilai Nusron cepat marah.
Saya tampilkan kembali tulisan tersebut dengan tujuan untuk menjadi pembelajaran bagi banyak orang untuk menggunakan logika dengan sehat.
=====================

Suatu hari Nusron Purnomo mengadakan seminar di salah satu kampus. Nusron mulai berceramah. Ia berbicara tentang fenomena umat Islam yang menurutnya pemarah. Ada yang memprotes adzan, marah. Ada yang membakar Al Quran, marah. Ada yang melecehkan Al Quran, marah.

Padahal menurutnya, yang dibakar itu hanya kertas. Sedangkan Al Quran yang sebenarnya ada di Lauhul Mahfudz. Tak bisa dibakar, tak bisa dilecehkan.

“Saya benar-benar heran dengan umat Islam. Terlalu lebay. Hanya karena ada yang menginjak mushaf Al Quran, mereka marah lalu ribuan orang menggelar demonstrasi di mana-mana. Padahal yang dibakar itu cuma kertas. Hanya media tempat menulis Al Quran. Al Quran aslinya ada di Lauhul Mahfuzh. Saya pikir mereka harus dicerdaskan soal ini.” kata Nusron.

Ruang kuliah itu hening beberapa saat. Sebagian mahasiswa agaknya setuju dengan pemikiran Nusron Purnomo. Hingga kemudian, seorang mahasiswa mengacungkan tangan dan maju ke depan.

“Memang Al Quran itu, hakikatnya ada di Lauhul Mahfuzh,” katanya sambil berjalan mendekati Nusron.

“Boleh saya melihat makalah Bapak?” Wajah mahasiswa lainnya menegang. Mereka khawatir akan ada insiden yang tidak terduga antara mahasiswa tersebut dengan Nusron.

“Makalah ini bagus Pak,” Wajah-wajah yang tadinya sempat tegang kini normal kembali. Nusron yang asalnya manyun, menjadi tersenyum kecut. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu, mahasiwa tersebut melempar makalah ke lantai kemudian menginjaknya.

Tak cukup menginjak. Ia ludahi makalah itu kemudian ia injak-injak lagi. Praktis makalah tersebut menjadi kotor dan rusak.

Nusron Purnomo melotot. Mukanya merah padam. Bibirnya menjeletot. Kedua telapak tangannya menggenggam erat.

“Kurang ajar! Kamu menghina karya ilmiah saya. Kamu menghina pemikiran saya." kata Nusron sembari melayangkan tangannya ke arah mahasiswa. Namun, dengan cekatan mahasiswa itu menangkisnya.

“Marah ya Pak? Saya hanya menginjak kertas. Saya hanya meludahi kertas. Saya hanya melecehkan kertas. Saya tidak melecehkan pemikiran Bapak karena pemikiran Bapak ada di kepala Bapak. Saya kan tidak menginjak kepala Bapak. Saya pikir Bapak harus dicerdaskan soal ini.” kata mahasiswa.

Mendengar itu, Nusron Purnomo tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia seperti mendapatkan serangan balik yang mematikan. Segera, buku-bukunya dikemasi dan ia meninggalkan ruang kuliah itu dengan muka merah padam.

Saudaraku...
Umat Muslim ini seperti Lebah..
Dimanapun hinggap, tidak akan merusak atau mematahkan ranting..
Diamnya lebah, memproduksi madu dan kebaikan...
Tapi jangan ganggu mereka...
Karena kalo diganggu, mereka pasti akan mempertahankan Kehormatannya...

Keprihatinan Nasional 4 Nopember 2016.

Terbayang di depan mata. Keprihatinan Nasional yang sudah dan mungkin akan terjadi.  
Jumat 4 Nopember 2016 Jakarta akan dikepung ratusan ribu orang, bukan hanya dari DKI, kabarnya sih bakal datang dari pelosok negri ini. Mereka datang untuk satu tuntutan, "Basuki Cahaya Purnama alias AHOK segera diproses hukum, karena dia telah menyebut Al-Maidah 51 sebagai alat untuk membohongi para calon pemilih di pilkada DKI yang beragama Islam agar tidak memilihnya, dan ini adalah penistaan terhadap Agama Islam. ".
Kata-kata itu diucapkan AHOK di ruang terbuka (publik) ketika dia berkunjung di Pulau Seribu  beberapa waktu lalu, yang berakibat marahnya ummat Islam dan menjadi gunjingan nasional, dimanapun masyarakat Islam di republik ini berada. Caci- maki, hujatan, cemoohan terhadap AHOK muncul silih berganti di media sosial. Bila hujatan-hujatan itu diucapkan di dunia nyata, mungkin akan menggelegar bagaikan guntur yang siap meluluh lantakan Jakarta. Bila diibaratkan air bah, siap meneggelamkan Jakarta. Demikian hebatnya ekspresi kemarahan ummat Islam. 
Banyak pihak yang spontan melaporkan tindakan AHOK ke penegak hukum dengan tuduhan AHOK telah menistakan Agama Islam. Meski pihak penegak hukum sudah menerima laporan-laporan tersebut dan menurut pejabat-pejabat Polri kasus tersebut sudah mulai diproses, ummat Islam masih ragu, apa benar akan diproses sesuai hukum, mengingat AHOK bukan orang biasa. Dia Gubernur DKI yang lagi trending. Dia dikenal sangat dekat dengan Presiden Joko Widodo. Dia penguasa yang (kabarnya) punya banyak dukungan dari typan-typan China.
AHOK minta maaf kepada ummat Islam. Berbagai pihak kalangan ummat Islampun memaafkannya. Tapi pertanyaanya, apa benar AHOK ikhlas dan keluar dari lubuk hati yang sebenarnya ? Ummat Islam tak begitu gampang dibodohi. Barangkali itulah alasan yang paling rasional mengapa 4 Nopember 2016  gerakan keprihatinan nasional tuntut AHOK akan tetap digelar dengan melibatkan berbagai elemen ummat Islam, puluhan ormas Islam, tokoh-tokoh Islam, tokoh politik, tokoh masyarakat dengan perkiraan 500 ribu orang.

Akar persoalan.
Awalnya, ummat Islam tidak terlalu peduli Gubernur DKI itu siapa, yang penting bisa mengatasi persoalan-persoalan kronis di ibu kota terutama banjir, kemacetan dan urbanisasi. AHOK sudah melakukan upaya ke arah itu. Banyak warga yang mengapresiasinya. Tapi, satu hal yang membuat orang menjadi jijik, yaitu cara dia berinteraksi dan berkomunikasi. Mulutnya kasar dan kotor, sering mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan. Hal yang sesungguhnya tidak terlalu prinsip inilah yang membuat akumulasi ketidak sukaan orang pada AHOK, terlebih ummat Islam, karena dalam Islam ada ajaran akhlaq yang menuntun ummatnya untuk bertutur kata yang baik, menghormati orang lain dan seterusnya.
Mungkin karena "kepedean" AHOK "keceplos" ngomong di Pulau Seribu. Entah sadar atau tidak, apa yang diucapkan AHOK itu sangat melukai hati ummat Islam. Atau barangkali itulah aslinya yang ada di hatinya. 

Apa yang seharusnya dilakukan Ummat Islam ?
Sebagai seorang muslim, saya mendukung demo yang akan dilakukan Jumat 4 Nopember, dengan syarat tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama, hal-hal yang dilarang oleh peraturan dan perundang-undangan.
Islam mengajarkan pada ummatnya untuk membuat keselamatan untuk bersama. Bukan hanya untuk ummat Islam, tapi juga bagi seluruh ummat manusia.
Dalam sejarah Islam juga ada kekerasan (perang), tapi Rosulullah melakukannya dengan etika perang yang santun. Tentara Islam hanya membunuh orang yang akan membunuhnya (membahayakan nyawa). Bila tidak membahayakan, cukup jadi tawanan yang harus dilindungi. Itu didalam situasi perang. 
Besok, 4 Nopember bukan perang, hanya demo. Menyampaikan tuntutan. Memberi peringatan. Baik-baiklah saudara-saudaraku. 
Kibarkan panji-panji Islam. 
Perlihatkan kebesaran Islam. 
Islam Rohmatan lil alamin.
Wallahu a'lam .


Saturday, October 29, 2016

Dengan semangat Sumpah Pemuda, Bangkitlah Kaum Muda !

Tulisan ini saya buat sehari setelah peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 88. Tepatnya tanggal 29 Oktober 2016. Sengaja saya lakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa "heboh" peringatan hari bersejarah itu di tahun ini. Ternyata, bangsa ini hampir melupakan momen tersebut, meski ada kegiatan disana-sini untuk sekedar memperingatinya.

"Sumpah Pemoeda" jauh dilakukan sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa ini, dan itu terjadi dalam rentetan panjang sejarah perjuangan bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan. Terlalu lama bangsa ini berada di bawah tekanan bangsa asing, meski diakui bahwa kala itu ada kekuatan-kekuatan sosial politik yang berdiri berupa kerajaan-kerajaan yang tersebar di Nusantara ini. Namun diatara- kerajaan tersebut terlalu gampang diadu domba, dipecah belahkan, sehingga berangsur melemah dan tidak sedikit yang mengalami kepunahan. Dalam kondisi seperti itu, bangsa asing berdiri dengan pongahnya dihadapan bangsa ini dan memposisikan diri sebagai "majikan".

Sejalan dengan kemajuan cara berpikir, kaum muda bangsa ini menyadari kelemahan-kelemahan yang ada dan berusaha mengedepankan kekuatan-kekuatan yang dimiliki, hingga akhirnya pada 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta)  tercetuslah sikap kebangsaan melalui Kongres Pemuda kedua yang menjadi cikal bakal untuk membangun suatu kekuatan sosial politik yang lebih besar dari yang sudah ada, yaitu terciptanya suatu kesatuan sosial politik yang bernama "Bangsa Indonesia Yang Merdeka dan Berdaulat", yang kita kenal "Sumpah Pemuda".

"Sumpah Pemuda" adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan".
Dengan semangat momentum Sumpah Pemuda lah generasi berikutnya berhasil melepaskan tali pengikat penjajahan sehingga bangsa ini bisa berdiri tegak berdaulat.

Kini bangsa ini sudah 71 tahun merdeka dari belenggu penguasaan (politik) asing. Tapi sayangnya belum juga bisa melepaskan belenggu asing dalam penguasaan ekonomi. Bahkan dua dekade terakhir para pengamat menafsirkan bahwa kekuatan ekonomi asing begitu dominan di negri ini. Negri yang dikenal kaya dengan sumber daya alam ini, dalam hal ekonomi bertekuk lutut kepada kaum kapitalis. Dari sekian banyak kekayaan alam bangsa ini dikeruk, tapi hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati oleh bangsa ini. Contoh nyata, berapa persen yang kita dapat dari proyek raksasa Freeport di Papua ?

Tugas kaum mudalah untuk menyadari hal ini dan mencarikan solusi pemecahannya, dan jangan lupa harus terus didorong untuk melakukan perlawanan-perlawanan terhadap penguasaan ekonomi oleh asing.  



Thursday, October 6, 2016

Banyak orang bisa "mengajar", tapi tak mudah untuk "mendidik".

Sangat memprihatinkan. Siang hari lepas anak sekolahan keluar, dihari Rabu 5 Oktober 2016 terjadi sebuah peristiwa tawuran antar pelajar yang mengakibatkan satu orang tewas kena sabetan senjata tajam di bagian dada dan punggung.
Peristiwa itu terjadi di sebuah tempat di Desa Dorowolong Kecamatan Purwasari. Lokasinya memang sangat mungkin bisa terjadi, jalan desa antara dua dusun yang jaraknya cukup jauh, sunyi, sepi, hanya pesawahan dan gerombolan pepohonan yang menjadi saksi. Selompok pelajar dari SMK PGRI Lemahabang berhadapan dengan kelompok lain dari SMK Purwasari. Dua kelompok pelajar tersebut bertemu dan berduel saling serang saling hantam menggunakan pekakas yang mereka bawa. Akibatnya seorang dari kelompok SMK PGRI Lemahabang, Asep Gani terkena sabetan senjata tajam di bagian punggung dan dada, terluka parah. Melihat kawannya terluka dan terkapar pelajar SMK Lemahabang lainnya berusaha menolong dan membawanya ke klinik di Desa Drowolong yang jaraknya sekitar kurang dari satu kilometer. Sementara kelompok musuh berusaha lari meninggalkan tempat itu. Tapi karena terlalu banyak mengeluarkan darah, Asep Gani meninggal.

Cerita di atas saya tulis berdasarkan cerita-cerita yang saya peroleh pada hari Kamis 6 Oktober dari masyarakat setempat, ketika saya mencoba mencari tau kejadian terebut di TKP.

Yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, bukan proses apa setelah kejadian itu, tapi ingin mencoba melakukan analisa, mengapa peristiwa itu mesti terjadi.

Sebagai seorang (mantan) guru, saya jadi malu sendiri. Anak-anak yang seharusnya terdidik ternyata tidak jauh berbeda dengan gerombolan binatang yang haus akan darah mesti darah itu darah saudaranya sendiri. Tentu ada yang salah. Entah kesalahan itu ada di dalam sistem pendidikan kita atau dalam sistem masyarakat. 
Terlalu banyak pertanyaan di benak ini untuk diungkapkan sebagai wujud tanggung jawab, baik sebagai warga biasa maupun sebagai mantan guru. Mesti ada kejujuran dari kita semua untuk mengintrosfeksi diri. Sebagai warga biasa, saya menghimbau kepada siapapun, dimanapun, agar mau melakukan upaya-upaya pencegahan, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan sosial di tempat masing-masing untuk peduli terhadap penyimpangan-penyimpangan terutama yang dilakukan generasi muda di sekitar kita. Jangan apatis, jangan masabodoh. 

Sebagai warga negara, saya menghimbau Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah kebijakan, baik yang menyangkut kebijakan sistem pendidikan maupun kebijakan-kebijakan yang menyangkut peradaban di masyarakat. Tidak cukup dengan jawaban bahwa pemerintah telah melakukan itu telah melakukan ini. Faktanya banyak hal buruk terjadi.
Saya sangat yakin ada yang salah di dalam sistem pendidikan kita. Saya melihat, Guru lebih banyak mengajar dengan mengabaikan mendidik. Banyak orang bisa "mengajar", tapi tak mudah untuk "mendidik".Begitu pula ada banyak yang perlu diperbaiki dalam kebijakan bermasyarakat kita. 

Saya sangat yakin semua ini bisa dilakukan asal ada komitmen dan kemauan yang keras, terutama bagi pemerintah, mengingat negara sudah memberi wewenang untuk memanfaatkan uang-uang negara (APBN,APBD) untuk membangun kesejahteraan rakyat , dengan syarat pemerintah harus kompak atar komponen, baik dengan jajaran horizontal maupun vertikal.




Wednesday, October 5, 2016

Marwah Daud Ibrahim Tokoh Kontroversi saat ini.


Saya tak habis pikir dengan sikap Marwah Daud Ibrahim yang "setia" pada Dimas Kangjeng Taat Pribadi, dengan keyakinan (keimanan) bahwa Dimas Kangjeng ialah seorang yang memiliki keistimewaan yaitu dengan karomahnya. Marawah yakin Dimas mampu mendatangkan uang begitu banyak dan spektakuler karena karomah yang dimilikinya. Keyakinan ini hanya bisa dipercaya ketika sesorang sudah bertitel Utusan Allah, Bagi setingkat Dimas Kangjeng, jauh dan jauh sekali ke tingkatan itu. Apalagi kini terbukti banyak pihak yang dirugikan. Masa seorang yang mendapat karomah bertindak merugikan orang lain.
Berikut sebuah tulisan tentang Marwah Daud Ibrahim ;

Marwah Daud Ibrahim menjadi salah satu sosok kontroversi dalam kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Profesor lulusan Amerika Serikat (AS) itu sangat yakin Dimas Kanjeng tidak melakukan penipuan tapi memiliki karomah (mukjizat). Marwah bahkan pasang badan untuk tersangka pembunuhan dan penipuan penggandaan uang. 

Marwah bergabung dalam padepokan Dimas Kanjeng sejak tahun 2011. Perempuan yang menjadi Ketua Komisi Perempuan dan Anak Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Sekjen Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengaku sudah melakukan istikharah. Tiga kali melihat Dimas Kanjeng bisa mendatangkan uang dengan mata kepalanya sendiri, Marwah mantap habis-habisan membela pria bernama asli Taat Pribadi itu. 

Keyakinan Marwah Daud makin tebal karena Dimas Kanjeng yang dikenal humble dan sederhana ini berjanji menggunakan uang dari padepokan untuk pendidikan dan beasiswa anak Indonesia.

Namun, Marwah Daud semakin gerah dengan publik yang tidak mempercayai karomah yang dimiliki Dimas Kanjeng. Dia mendorong lelaki yang berusia 40 tahun itu untuk membuktikan karomah di depan publik agar tidak disebut sebagai penipuan.

Langkah Marwah yang percaya penuh terhadap klaim Dimas Kanjeng sangat disayangkan sejumlah kalangan mengingat Marwah Daud dikenal sebagai akademisi yang seharusnya mengedepankan rasionalitas dan kerja keras. Lewat pesan WhatsApp, Marwah Daud akhirnya menepati janjinya setia kepada Dimas Kanjeng dan memutuskan mundur dari MUI. 

Friday, July 15, 2016

Mengenang KH. A.F. Ghazali: Menuliskan Tradisi Lisan Sunda

K.H. A.F. Ghazali sepertinya bukan nama yang asing bagi masyarakat Muslim Sunda, terutama kalangan pesantren dan masyarakat di desa-desa di tanah Pasundan ini. Namanya adalah jaminan untuk urusan ceramah (dakwah billisan). Pada setiap kesempatan ceramahnya, ia memilih bahasa Sunda sebagai medium menyampaikan pesan-pesan agama kepada audiensnya. Pilihan tersebut disadari betul dalam konteks dirinya sebagai manusia Sunda yang dibesarkan dalam rahim kebudayaan Sunda. Dan, bukankah para nabi juga menggunakan bahasa lokal atau ujaran kaumnya (billhughati qaumihim) dalam menyampaikan risalah kepada umatnya.
Strategi tersebut boleh jadi menginspirasi Ghazali untuk memilih bahasa Sunda sebagai pengantar dalam dakwahnya. Hasilnya, ceramah-ceramah yang disampaikan Ghazali tidak hanya menjadi tontonan di panggung dan momen pengajian, tetapi juga menjadi tuntunan yang menelisik lubuk terdalam kesadaraan para jemaahnya.
Tidak semua da’i memiliki keahlian berceramah yang memikat seperti Ghazali. Maka, dalam konteks tersebut, ceramah menjadi skill dan seni tersendiri yang tidak hanya bernilai profan (duniawi), tetapi juga berdimensi sakral (suci) bagi umat Islam. Ceramah, dalam konteks ajaran Islam tidak lain merupakan perwujudan titah Tuhan untuk amar
makruf nahi mungkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran).
Akan tetapi, untuk ibadah seperti itu, tidak semua orang Muslim mampu menjalankannya dengan halus, santun, bahkan jenaka seperti yang dilakukan Ghazali. Ia piawai mengemas ajaran-ajaran Islam dengan bahasa Sunda bagi khalayak sasarannya yang utama, yaitu penduduk desa di Jawa Barat. Bahasa asli penduduk Jawa Barat adalah bahasa Sunda, yang dewasa ini digunakan oleh kurang lebih 27.000.000 orang (Julian Millie: 2008).
Bahasa Sunda termasuk bahasa lokal penduduk Indonesia yang sudah tua, namun bahasa Sunda menjadi salah satu bahasa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman (modernitas) seperti yang dilakukan oleh bahasa nasional Indonesia. Karena pada aktivitas sosial sehari-hari, masyarakat Sunda kontemporer lebih mengandalkan bahasa Indonesia. Maka, tidak heran jika beberapa ujaran dalam ceramah Ghazali, baik yang berbentuk rekaman kaset, apalagi dalam bentuk tulisan, seperti terhimpun dalam buku Agama Rakyat: Ceramah-ceramah A.F. Ghazali, banyak yang asing bagi generasi muda Sunda kontemporer.

Maret 2008 lalu sebuah buku unik berjudul The People`s Religion : The Sermons of A.F. Ghazali (Agama Rakyat: Ceramah-ceramah A.F. Ghazali) diluncurkan. Buku tersebut merupakan hasil transkripsi dari ceramah-ceramah sang dai yang selama ini terdokumentasikan dalam bentuk rekaman kaset. Dari puluhan tema ceramah yang terrekam dalam
kaset, buku yang ditulis Julian P. Millie –peneliti dari Monash University Australia– memilih empat tema sebagai topik yang ditulis, “Ayat-ayat Allah”, “Ngabageakeun Muharam”, “Tobat”, dan “Tugas Risalah”. Hasilnya adalah satu format buku bilingual, bahasa Sunda dan bahasa Inggris.
Buku ini boleh jadi yang pertama dalam jenisnya. Menuliskan ceramah dai kondang memang sudah banyak dilakukan. Namun, upaya tersebut biasanya dengan mengubah bahasa lisan (ceramah) menjadi bahasa tulisan. Konsekuensinya, banyak unsur dalam bahasa ujaran tersebut yang hilang karena harus tunduk pada aturan gramatika dan sense yang
lazim dalam bahasa tulis. Nah, pada konteks ini, buku tersebut menjadi berbeda. Pasalnya, buku tersebut sepenuhnya menuliskan ceramah Ghazali dalam bentuk aslinya, yaitu bahasa lisan. Tujuannya, seperti diungkap penulisnya dalam pengantar buku tersebut bahwa format seperti itu untuk menangkap norma-norma kebudayaan dan keagamaan di lingkungan sosial tertentu, yakni masyarakat Sunda. Dengan tetap mempertahankan ungkapan aslinya, maka menuliskan ceramah dalam buku ini merupakan upaya untuk mempertahankan watak lisan dari ceramah tersebut.
Akan tetapi, cara seperti itu, mentranskrip bahasa lisan, memiliki kelemahan tersendiri. Hal demikian juga disadari oleh penulis buku ini. Maka, ketika ceramah itu menjadi tulisan, walhasil, ceramah-ceramah tersebut menjadi asing bagi pembaca. Konvensi dan kebudayaan yang diungkapkan oleh Ghazali boleh jadi terbilang baru bagi sejumlah orang. Namun, terlepas dari hal itu, bahasa lisan memiliki koherensi dan logika yang berbeda dari yang terdapat dalam
tuturan tulisan. Dalam bahasa ujaran, gagasan-gagasan tidak selalu runtut betul dan dialog-dialog yang diciptakan oleh sang dai dengan khalayaknya tidak mudah diungkapkan dalam tulisan.
Tradisi lisan yang identik dengan masayarakat tradisional lebih banyak berbentuk dongeng, mitos, pantun, dan jampi-jampi yang diwariskan dan dikonservasi melalui ujaran dari satu generasi ke generasi penerusnya. Namun, sering kali tradisi tersebut punah di tengah pusaran zaman. Maka dengan itu, masyarakat tersebut tidak hanya kehilangan satu khazanah bahasa lisan, tetapi juga nilai dan episteme dari masyarakat penutur bahasa tersebut.

Ceramah bisa jadi merupakan metamorfosis tradisi lisan dalam masyarakat Sunda yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Terlebih, ceramah yang menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Sunda adalah suatu kekayaan budaya yang menjadi identitas masyarakat Sunda itu sendiri. Tradisi lisan merupakan cerminan identitas masyarakat atau golongan tempat mereka hidup. Tentu saja, khazanah tersebut tidak boleh hilang hanya karena sang penutur, sang dai, meninggal dunia.

Sunday, July 3, 2016

Banyak Guru "dipolisikan" ortu, karena "mendidik".

Miris. Perasaan itulah yang timbul dari kaum guru di negri ini, ketika bermunculan berita beberapa orang guru dilaporkan kepada yang berwajib oleh orang tua siswa, karena guru dituduh telah melakukan penganiayaan pada muridnya.
Seorang guru SMP Negeri 1 di Kabupaten Bantaeang, Sulawesi Selatan, sempat  masuk ruang tahanan. Guru tersebut bernama Nurmayani Salam. Ibu Maya dipolisikan orang tua anak didiknya sendiri karena mencubit muridnya yang menolak mengikuti solat dhuha.

Ditempat lain, seorang guru SD di kecamatan Dabo Kabupaten Lingga Kepri dipolisikan, juga oleh orang tua anak didiknya sendiri karena mencubit paha muridnya hingga meninggalkan bekas lebam, sebagai hukuman sang murid yang tak bisa menghafal Asmaul Husna.

Muncul lagi kasus di Sidoarjo Jawa Timur,  guru SMP Raden Rachmat di Dusun Serbo, Desa Bogempinggir, Kecamatan Balongbeno, Sidoarjo dipolisikan atas kejadian pencubitan kepada siswanya pada 3 Februari 2016 lalu. Samhudi mencubit siswa tersebut karena tak mengindahkan peraturan sekolah untuk melaksanakan sholat dhuha berjamaah.

Dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Sidoarjo, niat baik Samhudi itu harus berhadapan dengan jeratan pasal 80 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal tersebut tentu saja membuat banyak rekan-rekan Samhudi sedih sekaligus miris melihat kasus ini.  

Beberapa rekan guru (senior) pernah menceritakan pengalamannya pernah memukul tangan siswa dengan kayu penggaris, atau dengan bambu kecil penunjuk. Itupun pernah membekas. Bahkan ada yang pernah menempeleng siswanya hingga memar memerah. Itu tidak pernah bermasalah, apalagi sampai ke ranah hukum. 
Saya tidak bisa memberikan penilaian kondisi mana yang lebih baik, apakah dulu atau sekarang. Yang jelas, guru saat ini, dalam melaksanakan tugas profesinya dihantui perasaan takut. Akibat perasaan itu, tidak sedikit para guru yang berkomentar untuk tidak terlalu peduli dengan perilaku anak didiknya. Seperti yang ditulis oleh guru di akun FB: 

Eny Pebriany Herman Susanto@ yach saya jg sbg guru..jdi bingung mau mendidik anak"..guru tegas& disiplin tar di bilangnya galak...jdi akhirnya kita para guru berpikiran ..yach udahlah dari pada dpt masalah dgn ortu murid guru akhirnya masa bodoh..mau pintar mau gak anak orang ini..

Ujang Ahmad Sampaikan materi yg ada pada kurikulum berilah contoh yg baik dan teladan bagi anak didik setelah itu selesailah tugas guru. Permasalahan anak di luar tidak sesuai yg di contoh kan oleh guru di sekolah itu perkara lain karna guru itu di batasi dg waktu karna pendidikan bukan sepenuhnya tanggung jawab guru di luar masih ada pendidikan orang tua dan lingkungan .

(bersambung)





Tuesday, March 15, 2016

Jangan menyimpan kentang di kulkas! Ini alasannya

Dalam banyak hal, suhu dingin memang cukup bisa diandalkan untuk menyimpan makanan agar lebih awet. Hanya saja, hal ini tak berlaku bagi beberapa jenis makanan, salah satunya kentang. Pasalnya, menyimpan kentang dalam kulkas berpotensi bahaya bagi kesehatan.
Saat kentang disimpan dalam kulkas, pati yang ada dalam kentang akan berubah menjadi gula. Ketika dipanggang atau digoreng, gula tersebut akan bercampur dengan asparagin asam amino. Saat bercampur keduanya akan menghasilkan kimia akrilamida yang diketahui berbahaya bagi kesehatan.
Mengapa akrilamida berbahaya?
Akrilamida adalah bahan kimia yang digunakan dalam proses industri seperti prosuksi kertas, pewarna dan plastik. Jejak akrilamida juga bisa kamu temukan dalam makanan, terutama makanan kemasan.
Keripik kentang dan kentang goreng adalah jenis makanan yang mengandung akrilamida lebih tinggi dibandingkan dengan makanan lainnya. Bahaya akrilamida telah dikaitkan dengan kemunculan berbagai jenis kanker.
Seperti yang dilansir melalui mirror.co.uk, penelitian yang mengaitkan akrilamida dengan kanker masih dilakukan pada tikus. Sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek yang jelas.

Saturday, March 5, 2016

Gerhana Matahari Total. Gunakan Kacamata Hitam

Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) yang akan melintasi sejumlah daerah yang dekat dengan garis khatulistiwa di Indonesia pada 9 Maret nanti tak bisa dilewatkan begitu saja. Penggunaan kacamata hitam disebut bisa melindungi mata dari efek sinar ultraviolet. Namun kacamata seperti apa yang aman?
Menanggapi hal tersebut, dokter mata dari Jakarta Eye Center, dr Soefiandi Soedarman, SpM mengatakan kacamata yang aman digunakan untuk melihat Gerhana Matahari setidaknya memiliki proteksi 100-400 nanometer.
"Yang dikhawatirkan ketika melihat Gerhana Matahari adalah pada saat dia bergeser. Untuk itu, kita butuh kacamata hitam yang memberikan proteksi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm," katanya saat ditemui Health-Liputan6.com di JEC Kedoya, ditulis Sabtu (5/3/2016).
Gerhana Matahari Total akan bisa dilihat di beberapa tempat di Indonesia, termasuk di Karawang, sekitar jam 06.00 hingga sekitar jam 08.00 WIB.

Friday, March 4, 2016

Batik Karawang, Dulu dan Sekarang


Kini Batik Karawang dulunya dikenal dengan nama Batik Tarawang atau Batik Tarum karawang. Ceritanya Pada 1928 silam jenis batik ini sudah dibuat dan diikutsertakan dalam Pameran Batik Jawa di Amsterdam oleh seniman dan pelukis Belanda eropa. Namanya Batik Tarawang atau Batik Tarum ini dibuat oleh keluarga Tan Tjeng Kwat etnis Tionghoa yang warga Rengasdengklok jakarta. Pada Tahun 1880 Batik Tarawang ini telah diproduksi oleh Ny. Vincen Hegen istri pelukis Raden Saleh jawa. Hingga Pada tahun 1931 Ir. PAI Mooyen warga Belanda yang tinggal di Bandung pernah juga mengadakan kegiatan pameran batik ke negara Hindia Belanda eropa. Pawa waktu itu Dia juga mengoleksi batik Tarawang atau batik Karawang tersebut. Semua Koleksi batiknya berupa kain alas meja peribadatan yang biasa digunakan oleh penganut agama Budha yang disebut Tok Wi. Dan koleksi batiknya insinyur dari negeri Kincir Angin inilah yang lalu jadi dasar bagi pengembangan dan produksi lebih lanjut dulu.
Hingga akhirnya Perkembangan motif Batik Karawang dari masa ke masa dengan dimodifikasi sedemikian rupa disesuaikan ragam hias dengan memberikan aksen perlambangan masa kini yang berkaitan dengan kearifan lokal yang terkait dengan sosial budaya daerah Karawang yang masih Indonesia. Asalnya Motif Batik Karawang tersusun dengan ragam hias berunsur simbolis filosofis. Ragam hias ini berupa: garis segi tiga disebut tumpal tumpal mengandung arti ketuhanan yang maha esa. Bunga tarum (bunga vidas) bunga simbolik untuk agama Hindu Budha yang dibuat oleh pembatik Karawang. Bulir padi dan lumbung padi lambang kemakmuran daerah Karawang. Ragam hias garis dan bidang geometrik sebagai motif perlambangan yang dimiliki masyarakat suku buni sebagai masyarakat asli Karawang. Garis gelombang laut sebagai lambang daerah pantai memiliki laut.
Sebetulnya Motif Batik Karawang ini sangat banyak bisa mencapai 30 motif tapi yang favorit hanya 4 motif yaitu motif panen raya motif citarum motif cigentis dan motif pare sagedeng. Berbagai motif yang sangat identik dengan Kota Karawang sehingga dengan motif-motif ini batik khas Karawang berbeda dengan batik di daerah yang berbeda. batik motif Pare Sagedeng pare dalam Bahasa Indonesia artinya padi sedangkan sagedeng artinya satu ikat ukuran. Hingga Motif batik tersebut menunjukkan ciri khas Karawang sebagai Kota Lumbung Padi terbesar di Indonesia raya. Seperti lainnya batik motif Cigentisan nama ini diambil dan terinspirasi dari keindahan Curug.