Saturday, October 29, 2016

Dengan semangat Sumpah Pemuda, Bangkitlah Kaum Muda !

Tulisan ini saya buat sehari setelah peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 88. Tepatnya tanggal 29 Oktober 2016. Sengaja saya lakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa "heboh" peringatan hari bersejarah itu di tahun ini. Ternyata, bangsa ini hampir melupakan momen tersebut, meski ada kegiatan disana-sini untuk sekedar memperingatinya.

"Sumpah Pemoeda" jauh dilakukan sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa ini, dan itu terjadi dalam rentetan panjang sejarah perjuangan bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan. Terlalu lama bangsa ini berada di bawah tekanan bangsa asing, meski diakui bahwa kala itu ada kekuatan-kekuatan sosial politik yang berdiri berupa kerajaan-kerajaan yang tersebar di Nusantara ini. Namun diatara- kerajaan tersebut terlalu gampang diadu domba, dipecah belahkan, sehingga berangsur melemah dan tidak sedikit yang mengalami kepunahan. Dalam kondisi seperti itu, bangsa asing berdiri dengan pongahnya dihadapan bangsa ini dan memposisikan diri sebagai "majikan".

Sejalan dengan kemajuan cara berpikir, kaum muda bangsa ini menyadari kelemahan-kelemahan yang ada dan berusaha mengedepankan kekuatan-kekuatan yang dimiliki, hingga akhirnya pada 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta)  tercetuslah sikap kebangsaan melalui Kongres Pemuda kedua yang menjadi cikal bakal untuk membangun suatu kekuatan sosial politik yang lebih besar dari yang sudah ada, yaitu terciptanya suatu kesatuan sosial politik yang bernama "Bangsa Indonesia Yang Merdeka dan Berdaulat", yang kita kenal "Sumpah Pemuda".

"Sumpah Pemuda" adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan".
Dengan semangat momentum Sumpah Pemuda lah generasi berikutnya berhasil melepaskan tali pengikat penjajahan sehingga bangsa ini bisa berdiri tegak berdaulat.

Kini bangsa ini sudah 71 tahun merdeka dari belenggu penguasaan (politik) asing. Tapi sayangnya belum juga bisa melepaskan belenggu asing dalam penguasaan ekonomi. Bahkan dua dekade terakhir para pengamat menafsirkan bahwa kekuatan ekonomi asing begitu dominan di negri ini. Negri yang dikenal kaya dengan sumber daya alam ini, dalam hal ekonomi bertekuk lutut kepada kaum kapitalis. Dari sekian banyak kekayaan alam bangsa ini dikeruk, tapi hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati oleh bangsa ini. Contoh nyata, berapa persen yang kita dapat dari proyek raksasa Freeport di Papua ?

Tugas kaum mudalah untuk menyadari hal ini dan mencarikan solusi pemecahannya, dan jangan lupa harus terus didorong untuk melakukan perlawanan-perlawanan terhadap penguasaan ekonomi oleh asing.  



Thursday, October 6, 2016

Banyak orang bisa "mengajar", tapi tak mudah untuk "mendidik".

Sangat memprihatinkan. Siang hari lepas anak sekolahan keluar, dihari Rabu 5 Oktober 2016 terjadi sebuah peristiwa tawuran antar pelajar yang mengakibatkan satu orang tewas kena sabetan senjata tajam di bagian dada dan punggung.
Peristiwa itu terjadi di sebuah tempat di Desa Dorowolong Kecamatan Purwasari. Lokasinya memang sangat mungkin bisa terjadi, jalan desa antara dua dusun yang jaraknya cukup jauh, sunyi, sepi, hanya pesawahan dan gerombolan pepohonan yang menjadi saksi. Selompok pelajar dari SMK PGRI Lemahabang berhadapan dengan kelompok lain dari SMK Purwasari. Dua kelompok pelajar tersebut bertemu dan berduel saling serang saling hantam menggunakan pekakas yang mereka bawa. Akibatnya seorang dari kelompok SMK PGRI Lemahabang, Asep Gani terkena sabetan senjata tajam di bagian punggung dan dada, terluka parah. Melihat kawannya terluka dan terkapar pelajar SMK Lemahabang lainnya berusaha menolong dan membawanya ke klinik di Desa Drowolong yang jaraknya sekitar kurang dari satu kilometer. Sementara kelompok musuh berusaha lari meninggalkan tempat itu. Tapi karena terlalu banyak mengeluarkan darah, Asep Gani meninggal.

Cerita di atas saya tulis berdasarkan cerita-cerita yang saya peroleh pada hari Kamis 6 Oktober dari masyarakat setempat, ketika saya mencoba mencari tau kejadian terebut di TKP.

Yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, bukan proses apa setelah kejadian itu, tapi ingin mencoba melakukan analisa, mengapa peristiwa itu mesti terjadi.

Sebagai seorang (mantan) guru, saya jadi malu sendiri. Anak-anak yang seharusnya terdidik ternyata tidak jauh berbeda dengan gerombolan binatang yang haus akan darah mesti darah itu darah saudaranya sendiri. Tentu ada yang salah. Entah kesalahan itu ada di dalam sistem pendidikan kita atau dalam sistem masyarakat. 
Terlalu banyak pertanyaan di benak ini untuk diungkapkan sebagai wujud tanggung jawab, baik sebagai warga biasa maupun sebagai mantan guru. Mesti ada kejujuran dari kita semua untuk mengintrosfeksi diri. Sebagai warga biasa, saya menghimbau kepada siapapun, dimanapun, agar mau melakukan upaya-upaya pencegahan, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan sosial di tempat masing-masing untuk peduli terhadap penyimpangan-penyimpangan terutama yang dilakukan generasi muda di sekitar kita. Jangan apatis, jangan masabodoh. 

Sebagai warga negara, saya menghimbau Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah kebijakan, baik yang menyangkut kebijakan sistem pendidikan maupun kebijakan-kebijakan yang menyangkut peradaban di masyarakat. Tidak cukup dengan jawaban bahwa pemerintah telah melakukan itu telah melakukan ini. Faktanya banyak hal buruk terjadi.
Saya sangat yakin ada yang salah di dalam sistem pendidikan kita. Saya melihat, Guru lebih banyak mengajar dengan mengabaikan mendidik. Banyak orang bisa "mengajar", tapi tak mudah untuk "mendidik".Begitu pula ada banyak yang perlu diperbaiki dalam kebijakan bermasyarakat kita. 

Saya sangat yakin semua ini bisa dilakukan asal ada komitmen dan kemauan yang keras, terutama bagi pemerintah, mengingat negara sudah memberi wewenang untuk memanfaatkan uang-uang negara (APBN,APBD) untuk membangun kesejahteraan rakyat , dengan syarat pemerintah harus kompak atar komponen, baik dengan jajaran horizontal maupun vertikal.




Wednesday, October 5, 2016

Marwah Daud Ibrahim Tokoh Kontroversi saat ini.


Saya tak habis pikir dengan sikap Marwah Daud Ibrahim yang "setia" pada Dimas Kangjeng Taat Pribadi, dengan keyakinan (keimanan) bahwa Dimas Kangjeng ialah seorang yang memiliki keistimewaan yaitu dengan karomahnya. Marawah yakin Dimas mampu mendatangkan uang begitu banyak dan spektakuler karena karomah yang dimilikinya. Keyakinan ini hanya bisa dipercaya ketika sesorang sudah bertitel Utusan Allah, Bagi setingkat Dimas Kangjeng, jauh dan jauh sekali ke tingkatan itu. Apalagi kini terbukti banyak pihak yang dirugikan. Masa seorang yang mendapat karomah bertindak merugikan orang lain.
Berikut sebuah tulisan tentang Marwah Daud Ibrahim ;

Marwah Daud Ibrahim menjadi salah satu sosok kontroversi dalam kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Profesor lulusan Amerika Serikat (AS) itu sangat yakin Dimas Kanjeng tidak melakukan penipuan tapi memiliki karomah (mukjizat). Marwah bahkan pasang badan untuk tersangka pembunuhan dan penipuan penggandaan uang. 

Marwah bergabung dalam padepokan Dimas Kanjeng sejak tahun 2011. Perempuan yang menjadi Ketua Komisi Perempuan dan Anak Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Sekjen Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengaku sudah melakukan istikharah. Tiga kali melihat Dimas Kanjeng bisa mendatangkan uang dengan mata kepalanya sendiri, Marwah mantap habis-habisan membela pria bernama asli Taat Pribadi itu. 

Keyakinan Marwah Daud makin tebal karena Dimas Kanjeng yang dikenal humble dan sederhana ini berjanji menggunakan uang dari padepokan untuk pendidikan dan beasiswa anak Indonesia.

Namun, Marwah Daud semakin gerah dengan publik yang tidak mempercayai karomah yang dimiliki Dimas Kanjeng. Dia mendorong lelaki yang berusia 40 tahun itu untuk membuktikan karomah di depan publik agar tidak disebut sebagai penipuan.

Langkah Marwah yang percaya penuh terhadap klaim Dimas Kanjeng sangat disayangkan sejumlah kalangan mengingat Marwah Daud dikenal sebagai akademisi yang seharusnya mengedepankan rasionalitas dan kerja keras. Lewat pesan WhatsApp, Marwah Daud akhirnya menepati janjinya setia kepada Dimas Kanjeng dan memutuskan mundur dari MUI.